cinta pembalap ulung - 4 MB
Cinta
Pembalap ulung
“ masih untung kamu
masih bisa sekolah, nak.. “
“ iya benar , kata
bapakmu.. coba lihat desa tetangga.. untuk makan pun..susah..”
Angga terdiam lalu
membanting pintu dengan keras. Sebenarnya ini tidak sopan namun hatinya tetap
berpegang teguh untuk mengikuti perlombaan balap motor yang ia sukai dan
cita-citakan. Angga adalah seorang anak dari bapak tukang ojek online dan
ibunya memiliki warung kecil-kecilan di sebrang jalan besar. Keluarga yang
sederhana.
“ pergi dan pulang
bapak jemput ya, nak.. nanti kamu bantu ibu jaga warung. “
Aku membalikkan tubuh.
Tidak bersalaman karena rasa amarah kemarin belum hilang. Saat pergi ke
sekolah, aku selalu diantar pulang bapak. Malu. Terhina akan sikap rasa sayang
orang tua. Sampai suatu hari aku membentak bapak untuk tidak lagi mengantarku
dan sesekali aku mencuri kesempatan mengambil motor sedangkan bapak tertidur
pulas di ranjang. Alhasil, uang yang diperoleh bapak menjadi sedikit. Bapak
tidak marah namun ibu menangis dan merayu ku untuk tidak mengulanginya lagi.
Handphoneku berbunyi..
“ Angga, bagaimana nih
perlombaan sebentar lagi.. kamu bisa ikut kan? Teman-teman Kelas
mengandalkanmu..”
Aku susah menjawabnya.
Dalam hatiku ia tidak ingin menyakiti orangtuanya namun keras harapannya tak
terbendung lagi.
“ okee.. aku akan pergi
latihan sore ini ...”
Rasa bahagia terdengar
dari percakapan bersama teman perempuanku, namanya Firyal. Dia itu termasuk
perempuan populer di kelas. Rambutnya tidak panjang namun wajahnya sangat
menarik walau tidak putih dan terlihat manis dari pakaian sederhana yang selalu
pantas dipakai olehnya. Satu hal yang membuat aku menyukainya adalah dia suka
pembalap motor namun ia sendiri tidak bisa mengendarai motor. Kalau dia suka
pembalap motor, apakah dia bisa menyukai juga? Aku dengan rasa rendah diri
merasa tak mungkin memilikinya. Karakternya tinggi, mantan dulunya saja adalah
seorang lelaki yang tinggi dan populer sedangkan aku tidak tinggi, miskin dan
apa yang membuat menarik. Entah, mengapa mereka berdua tidak menjalin
hubungannya lagi. Iri hati melihat mereka cocok saat berjalan bersama.
Sore hari..
“ akhirnya yang
ditunggu-tunggu datang juga...” , kata Firyal dengan bahagia dan penampilannya
selalu menjadi daya tarikku. Apalagi dia memakai celana jeans dan baju rompi
dan tetap jilbab syar’i menutup auratnya.
“Apa hatiku masih bisa
kau tunggu juga?”, kataku dengan nada bercanda padahal itu ungkapan hati
sebenarnya.
“ apaan sih gombal
banget kamu..”
“ haahahaha... kena tuh
ke hati...”
“ cieeeee.... “,seruan
kompak teman-teman menyahut yang kukira tak terdengar pembicaraan kita. Kita?
Emm.. antara kamu dan aku.
Aku pun bersiap latihan
dengan motor butut Ayah. Pesaingku Ronald dengan kacamata hitam yang tidak pas
dengan wajah kumalnya dan rokok yang baru saja terhempas ke jalan dan di injak
oleh kakinya padahal api padam dan asap masih mengepul ke udara. Motornya lebih
butut dariku.
“ apa kamu siap, Angga...”
“ insyaAllah, siapa
takut..”
Aku melirik Firyal dan
dia menyemangatiku. Aku mengedipkan mata dan tersenyum. Aku tak melihat reaksi
selanjutnya dari Firyal namun kupastikan itu sinyal rasa khusus untuknya.
Motorku menggerung dan
dalam hitungan ketiga. Melesat begitu cepat pesaingku tak terkira. Aku terjebak
dalam lamunan. Ah, sial. Ibu pernah bilang kalau kita sedang dalam genting maka
ucapakan istigfar.Ya, aku masih mengikuti nasehat ibu yang seperti mantra
hidup. Aku berhasil mendahului Ronald dengan jarak empat meter. Tepuk tangan
riuh menggema di jalanan dan aku sampai di finish.
Teman-teman menyambut dengan pelukan dan rasa syukur untuk perlombaan yang dua
hari lagi akan di gelar. Karena latihan ini, aku dijadikan salah satu siswa
yang mewakili sekolah.
***
“ keren banget loe
angga kemarin..”
“ hebat.. good job
sobat..”
“ selamat yaaaa...”
Dari sekian temanku
yang memberikan pujian. Aku hanya menatap Firyal yang lebih duduk sendiri dan
menulis sesuatu. Aku pun pergi ke arahnya dan segera mungkin tanganku menyalami
teman-teman. Dan ada satu wanita yang menarik tanganku. Dia Ocha dengan rambut
pendek sebahu, gaya menor selangit, kulitnya putih namun aku cuek terhadapnya.
“ Menutupi auratnya saja dari perintah Allah swt saja tidak ia turuti.
Bagaimana nanti sikapnya setelah menjadi masa depanku ?”, batinku seperti
meng-iya-kan pernyataanku ini.
“ assalamualaikum,
Firyal..”
“ waalaikumsalam,
Angga,, eh. Selamat yaa.. kemarin..”
“ biasa aja kok, yal..
itu kan latihan.. kamu lagi nulis apa?“
“ oh, itu anu.. sebuah
cerita aja..”
“ kamu suka nulis, yal
? hebat kamuu..”
“ kamu lah yang hebat
.. bisa balapan motor.. aku kan engga bisa naik motor?”
“ yakin engga bisa naik
nih ?”
“ eh, mengendarai
deng..”
“ masa sih.. enggak
apa-apa tahu engga bisa juga yang penting ....”
“ penting apa?”
“ penting kamu hadir ya
ke perlombaan itu soalnya itu hari spesial aku..”
“ spesial? Itu hari anniversary sama perempuan kamu ya..
cieeee..”
“ anniversary? Pacaran aja aku belum pernah. “
Firyal tertegun dengan
ucapannya. Selama mencari tahu tentangnya bahwa dia seorang penghafal
Al-Qur’an. Tidak pernah percaya dengan segala sikapnya namun ucapan dia tidak
pernah pacaran. Terasa yakin bahwa sebenarnya dia seorang lelaki sholeh. Lelaki
itu pun pergi keluar kelas dan bergabung lagi bersama teman-temannya. Kerlingan
matanya kemarin? Apakah itu tanda cinta? Aku tak tahu.
***
Bapak terkujur kaku di
ranjang. Penyakit darah tingginya kambuh saat usai bapak memarahiku dan ibu
kali ini mencegah tangannya menampar wajah. Seketika itu bapak tergeletak di lantai.
Untungnya tidak terkena stroke. Ibuku yang pengertian membawanya ke dalam kamar
dan membawa obat bapak yang tak kunjung habis. Aku tak bereaksi. Mulutku ingin
minta maaf atas sikap yang telah kulakukan. Gengsiku besar. Menunduk wajahku.
Dan aku membantu sedikit apa yang diperlukan ibu. Menutup pintu dan tangan ibu
menyuruhku lebih baik shalat karena adzan berkumandang.
Langkahku menuju mesjid
di ujung jalan membawa motor, sebuah
Al-Quran ku jingjing dengan tangan kanan , sarung dan kopeah telah kukenakan
serta sandal gunung yang tak pernah kulupa karena ini pemberian paman Syam.
Anak-anak telah menungguku disana. Seusai shalat, anak-anak biasanya diajarkan
bacaan Al-Quran yang ku pahami. Suasana shalat sangat khusyu kali ini dan tak
hentinya ku berdoa untuk bapak yang sakit serta menghafal Al-Qur’an untuk juz
selanjutnya. Cuaca malam ini damai dengan gemericik air menetes ke udara dan
terlempar ke bumi. Deras.
“ duh, perjalanan ku
lama ini..”
“ assalamualaikum,
ukh..”
“ waalaikumsalam..”
“ firyal? Ngapain kamu
disini?..”
“ angga? Kamu disini
lho..”
“ tadi habis beli
sesuatu ke warung .. tapi hujan besar makanya aku meneduh disini..”
“ oh, kamu pulang
kemana? “
“ di perbatasan desa
ini.. tiga gang besar lagi yang harus kutempuh.. ”
“ ya, sudah .. aku antar
ya.. bagaimana?”
Hati Firyal saat ini
berkecamuk dan rasakan jantungnya berdegup kencang. Namun, ia tak tahan
kedinginan dan Angga memberinya jas hujan sedangkan dirinya memakai jaket
seadanya.
“ makasih ya.. Angga..”
“ oh, jadi ini.. rumah
kamu.. “
“ iya, ayo silahkan
masuk dulu..”
“ maaf lain kali saja,
yal.. oia, ngomong-ngomong kamu jauh sekali beli ke warung sana..?”
Hati Firyal seakan
tertusuk duri. Sebenarnya ia ingin tahu rumah Angga.
“ aku tadi pakai
layanan ojeg online tapi entah kemana bapaknya dari tadi di telepon tidak bisa
di hubungi... “
“ bapak-bapak? Namanya
siapa?”
“ Bapak Heri..”
“ wah, itu bapakku dan
warung yang kamu singgahi itu adalah ibuku yang melayaninya. “
“ jadi?! Itu rumahmu..”
Seakan tak percaya,
Firyal menjadi lebih tahu kedua orang tua Angga ini plus rumahnya. Ini tidak
kebetulan. Lelaki itu pun pergi dengan mengendarai cepat setelah ku berikan jas
hujan miliknya. Langkahku riang karena aku tahu keluarganya. Malam yang indah
untuk dikenang.
Angga pun sama
bahagianya karena untuk pertama kalinya ia membonceng seorang perempuan
dicintainya setelah ibunya. Dia ingin cepat-cepat kembali ke rumah. Dan
merayakan bahagianya bersama mimpi dan permohonan maaf untuk kedua kalinya
kepada orangtuanya.
***
Perlombaan pun dimulai.
Firyal mengikuti kata hatinya untuk menonton. Gaya Angga keren saat ini apalagi
memakai kaus biru yang dikenakan. Angga sempat terjatuh dan aku meneriaki
namanya dengan semangat walau hari itu aku kehujanan. Akhirnya ia menjuarai
perlombaan itu. Angga mencari seseorang dengan seksama pada barisan penonton
yang meneriakinya. Rasa cintanya kini telah menjadi rasa malu. Firyal
melihatnya lebih dulu. Kita bertatap dan tersenyum bahagia dalam pertemuan
keramaian kejuaraannya. “ aku sangat bahagia melihatnya, andai saja dia
kekasihku.. aku akan memberikan piala ini untuknya. Karena salah satu
semangatku adalah dirimu, Firyal..”, batin seorang pembalap ulung meluluhkan
cinta.
Azzah qur`ani adalah nama pena dari Ahda Jaudah.
Mahasiswi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam di UIN SGD Bandung.
Bagua sekali jalan ceritanya. Tapi masih ada huruf kecil yg seharusnya besar.
BalasHapusMantap cerpennya ahda
Siap kak diterima sarannya. Makasih sudah mau berkunjung :)
BalasHapusbagus sekali ceritanya ahdaa,,
BalasHapusutk saran, lbih diperhatikan lg cara pnulisan kta depan sma kta pasif, , hehe
sukses terus ahdaa,,